Korupsi hingga kini masih menjadi penyakit kronis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Praktik korupsi bukan hanya menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah besar, tetapi juga berdampak luas terhadap rusaknya tata kelola pemerintahan, lemahnya sistem hukum, menurunnya kualitas pelayanan
publik, hingga berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Laporan Corruption Perceptions Index (CPI) dari Transparency International menunjukkan bahwa Indonesia masih menempati posisi yang memprihatinkan dengan skor 34 dari 100, yang menandakan bahwa korupsi masih berakar kuat di berbagai lini.
Kondisi ini sekaligus memperlihatkan bahwa pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan harus melalui kebijakan yang menyeluruh, melibatkan berbagai sektor, serta didukung konsistensi politik yang kuat. Pemerintah Indonesia telah berupaya menjawab tantangan ini dengan membentuk lembaga khusus, memperkuat sistem pengawasan, serta mengembangkan kebijakan pendidikan dan pencegahan sejak dini. Namun, efektivitas berbagai langkah tersebut masih sering diperdebatkan, terutama karena keterbatasan sumber daya, regulasi yang kaku, dan koordinasi antarlembaga yang belum optimal.
Di tengah kompleksitas persoalan itu, berbagai literatur dan hasil penelitian memberikan gambaran tentang sejauh mana kebijakan dan instrumen yang ada sudah berjalan, serta di mana letak kelemahannya. Dari sinilah menjadi jelas bahwa upaya pemberantasan korupsi bukan hanya soal penindakan, tetapi juga tentang perbaikan sistem, penguatan kapasitas institusi, dan pembentukan budaya antikorupsi yang harus ditanamkan sejak dini dalam kehidupan masyarakat.
Seperti yang kita tahu bahwa menurut journal unika, Indonesia menempati rangking 107 dari 177 negara dengan indeks 34 dari 100 yang mana 100 menyatakan negara tersebut bersih dari korupsi. Ini merupakan angka yang sangat fantastis menunjukkan bahwa negara indoneisa belum bersih dari korupsi bahkan untuk di berbagai lini. Apa saja peran pemerintah untuk memberantas korupsi yang telah mendarah daging di Indonesia?
Badan yang sudah kita kenal sebagai pemberantas korupsi yakni KPK adalah bukti nyata peran pemerintah dalam upaya penurunan angka korupsi di Indonesia. Setelah dibandingkan dengan negara lain, terbukti bahwa badan pengawas korupsi di Indonesia lebih unggul dalam keketatan dalam sistem pengawasannya yakni diawasi oleh Dewan Pengawas sedangkan jika di negara lain, pengawasan dilakukan sebatas laporan pimpinan lembaga pengawasan ke lembaga legislatif dalam jangka waktu 1 tahun. Dengan keketatan semacam ini, sangat baik untuk menganalisis setiap tindakan agar terorganisis dan jujur, namun perlu digaris bawahi tentang kekakuan dalam regulasi ini membuat KPK tidak leluasa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya dengan keperluan izin berkali-kali yang tidak efisien. Serta dari badan pengawas juga hanya sekedar mengaawasi dan memberi izin tanpa melihat laporan tugas progres dari KPK.
Dijelaskan dalam jurnal Unived bahwa ada badan Intelejen dalam Kejaksaan yang bertugas untuk mencekal korupsi memiliki beberapa kekurangan seperti kekurangan sumber daya manusia terlatih, keterbatasan anggaran, kurangnya koordinasi dengan instansi terkait. Dengan mengetahui permasalahannya, maka ini bisa menjadi langkah awal Indonesia untuk memperbaikinya dengan mengadakan pelatihand an pengembangan sumber daya manusia secara berkelanjutan serta alokasi anggaran yang lebih besar untuk mendukung operasional selain itu juga memperkuat koordinasi antara kejaksaan dengan instansi terkait agar kinerja kejaksaan dapat meningkat yang manan berimbas pada menurunnya angka korupsi di Indonesia.
Selain memperbaiki melalui badan-badan yang dibentuk oleh negara, dapat juga mulai menyasar sumber daya manusia sejak dini yakni melalui peningkatan pendidikan. Di sebutkan dalam jurnal Humanitas bahwa perlunya menyelesaikan permasalahn dari akar dengan implementasi pendidikan antikorupsi di usia dini. Dengan menanamkan 3 sikap moral fundamental yakni kejujuran, keadilan dan tanggungjawab akan memancang generani penerus yang cerdas dan dapat memegang kendali penuh sehingga berani berkata haram pada korupsi.
Falielian, F. F. Upaya Cegah Tangkal (Cekal) Pelaku Tindak Pidana Korupsi Melalui Peran Intelijen Kejaksaan. Jurnal Multidisiplin. Diakses pada 17 Mei 2025 dari https://jurnal.unived.ac.id/index.php/mude/article/view/7841/5583
Priyowidodo, G (2006). Pendidikan Antikorupsi Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi Solusi Cegah Tangkal Korupsi Usia Dini. Jurnal Humanitas. 8 (2). Diakses pada 17 Mei 2025 dari https://repository.petra.ac.id/17353/1/Publikasi1_06016_2682.pdf
0 Komentar